NOTA KELAS EXTRA ISTIMEWA
KAAFAH SESI 3
UST.ANGGA SAPUTRA
- JAMAK TAKSIR - جَمْعُ تَكْسِرْ
- Jamak terbahagi kepada dua yaitu salim dan taksir. Jamak salim sangat mudah dikenali dalam ayat kerana bentuknya yang terpelihara, yaitu menggunakan penambahan imbuhan di akhirnya - contoh jamak مذكر / موّنث salim يْنَ ; وْنَ; أَنْ ; إِنْ ;أَتُ ; أَتيِ .
- Berbeda dengan jamak salim, jamak taksir tiada kaedah pembentukan, oleh sebab itu mengenali jamak taksir memerlukan kaedah tertentu diantaranya ialah mengenalinya melalui وزن. Ada beberapa wazan jamak taksir yang kerap dijumpai dalam ayat al-Qur’an.
- Perhatikan rajah berikut :
- مَفَاعِلُ
- فُعُللٌ
- أَفْعُلٌ
- آَفْعَالٌ
- آَفْعِلَةٌ
- فِعْلَةٌ
- Menurut ‘Abdullah al-Akbary al-Baghdady (w. 616 H.), jama’ taksir itu terbahagi 2 - قِلَّةٌ dan كَثْرْةٌ
1. Jama' taksir قِلَّةٌ
Yaitu bilangan jama’ (lebih dari dua), minimal tiga hingga sepuluh.
2. Jama taksir كَثْرْةٌ
Yaitu bilangan jama’, lebih dari sepuluh, sampai tidak terhingga. Dari segi وزن, jama’ taksir كَثْرْةٌ tidak mengikuti pola atau وزن dalam jama’ taksir قِلَّةٌ .
Dalalah dalam Jama’ Taksir قِلَّةٌ
Kandungan makna sedikit atau qillah tidak hanya disebabkan oleh polanya menggunakan wazan jama’ taksir قِلَّةٌ, tetapi ada sebab lain yang menguatkannya, di antaranya:
A. Idhafah kepada Dhamir Jama’
Secara harfiah, idhafah berarti penyandaran. Dalam kajian ilmu Nahwu, idhafah berarti menyandarkan sesuatu kepada sesuatu lainnya, yang pertama disebut mudhaf, sedangkan yang kedua disebut mudhaf ilaih. Jama’ taksir qillah, megandung makna sedikit atau terbatas, dengan cara idhafah pada dhamir jama’. Misalnya, lafadz-lafadz berikut ini:
At-Taubah 9:23
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْۤا اٰبَآءَكُمْ
وَاِخْوَانَكُمْ اَوْلِيَآءَ
اِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَي الْاِيْمَانِ ؕ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
- Berkaitan dengan ayat ini, Ibn al-Jauzy (w. 597 H.), dalam Zaad alMasiir menyampaikan, bahwa ketika Allah SWT, memerintahkan kaum muslim untuk berhijrah, ada seorang lelaki yang berkata kepada keluarganya, “Sesungguhnya kita telah diperintahkan untuk berhijrah.”
- Di antara kaum muslim tersebut, ada yang cepat menunaikan seruan tersebut. Ada juga yang menggantungkan kepada keluarga dan istrinya, padahal masih ada di antara mereka yang masih kafir.
- Dari situ, lalu turunlah ayat di atas, sebagai penegasan bahwa hijrah harus lebih diutamakan daripada bergabung dengan orang tua dan saudara yang mengutamakan kekafiran.
- Lafadz ءابآ dalam ayat di atas, disandarkan pada dhamir مك. الٌ
- Lafadz ini merupakan jenis jama’ taksir قِلَّةٌ, kerana mengikuti wazan آَفْعَالٌ bentuk idhafah tersebut menunjukkan makna sedikit atau terbatas.
- Atas dasar hal ini, maka dapat dipahami, bahwa yang dimaksud dengan اٰبَآءَكُمْ bapa-bapa dalam ayat di atas, menunjukkan orang tua yang ada kaitannya dengan nasab. Dengan demikian, jumlah mereka sedikit atau terbatas.
- Demikian juga dengan kata وَاِخْوَانَكُمْ. Meskipun lafadz ini termasuk jenis jama’ taksir katsrah, tetapi mengandung makna قِلَّةٌ atau sedikit, kerana idhafah pada dhamir jama’ tersebut. Kerananya, Ibn ‘Athiyah (w. 542 H.), bahawa yang dimaksud dengan وَاِخْوَانَكُمْ saudara saudara tersebut, adalah saudara yang berkaitan dengan nasab. Makanya, dapat dipastikan kalau jumlah saudara-saudara tersebut, sedikit jumlahnya.
An-Nisa' 4:23
وَحَلَآئِلُ اَبْنَآئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْ ۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۙ
….(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
- Ayat di atas menyatakan, bahwa di antara istri yang haram dinikahi, adalah istri-istri anak-anak kandung dari ayahnya. Atau yang dikenal dengan sebutan, menantu-menantu perempuan.
- Menurut az-Zujaj (w. 311 H.), kalimah حَلَآئِلُ merupakan bentuk jamak dari حَلِيْلَة yakni perempuannya anak laki-laki , atau popular diartikan dengan istri. Istri-istri anak laki-laki, haram dinikahi oleh ayahnya. Kata anak-anak dalam ayat di atas, diungkapkan dengan أَبْنَاعُ mengikuti wazan آَفْعَالٌ sebagai jama’ taksir قِلَّةٌ, yang menunjukkan bilangan sedikit atau terbatas.
- Makna ini juga dikuatkan dengan dalalah lainnya, yakni idhafah dengan dhamir Jamak yaitu Kum. Hal ini juga dikuatkan dengan fakta yang ada, dimana jumlah anak dalam sebuah keluarga, kebanyakan nya tidak lebih dari sepuluh orang.
B.Diawali dengan huruf Jar مِّنَ
menujukkan sebahagian
Apabila pola jama’ taksir qillah diawali dengan huruf jar نم yang fungsinya untuk ضيعبت, yakni menunjukkan sebahagian, maknanya, fungsinya untuk memperkuat jama’ tersebut.
Misalnya lafadz berikut:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan.
- Materi ujian yang diberikan dalam kehidupan ini, adalah sedikit dari rasa takut, sedikit, rasa lapar, serta sedikit kekurangan harta. Kekurangan harta di sini bisa berupa kerusakan dan kehilangan dari harta tersebut. Bisa juga kekurangan harta di sini, kerana dikeluarkan untuk zakat dan shadaqah. Harta-harta yang hilang atau rusak tersebut jumlahnya juga sedikit dibandingkan yang tersisa.
Contoh ayat yang lain dalam al-Qur’an :
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, ujian yang dihadapi itu hakikatnya sedikit, ketika dibandingkan dengan imbalan dan ganjaran yang akan diterima. Ujian tersebut juga sedikit, bila dibandingkan dengan potensi dan kemampuan yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia. Sehingga setiap yang diuji akan mampu memikulnya jika ia menggunakan potensi-potensi yang telah dinaugerahkan Allah kepada mereka.

No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.